SAHABAT
Aku mempunyai seorang sahabat, aku dan sahabatku memang selalu bersama, dari kecil aku selalu bermain dengannya, usiaku dan dia tak jauh berbeda, dia hanya terpaut 1 tahun di bawahku.
Aku masih mengingat saat-saat kecil dulu, main masak-masakan bersama, main kelereng, main petak umpet, pokoknya segala jenis permainan anak kecil. Saat aku memasuki bangku sekolah yaitu TK, dia sering ikut denganku pergi ke sekolah diantar oleh ibuku. Dia memang manja karena dia anak perempuan satu-satunya di keluarganya.
Canda, tawa, tangis sudah kami alami bersama. Dan kini kami sudah beranjak dewasa, kini dia telah memasuki bangku SMA, tepatnya kelas 3 SMA dan aku sudah memasuki bangku kuliah. Kalau sewaktu kecil kami sering bermain bersama, kini saat beranjak dewasa kebiasaan kami berubah, kami lebih serin jalan-jalan bareng. Hehehe..
Dia sudah ku anggap adikku sendiri, karena aku memang ingin sekali mempunyai adik perempuan, kedua adikku laki-laki dan aku sering tidak akur dengan mereka jadi aku lebih senang bila bersama dengan sahabatku ini.
Sahabatku selalu ada di saat aku membutuhkannya, di saat aku sedih dia selalu ada di sampingku memberikan semangat-semangat baru, begitu pun di saat aku senang, kita merasakannya bersama, memang ini yang di sebut SAHABAT.
Tetapi semuanya berubah saat terjadi kesalah pahaman anatara aku dengannya. Kejadian itu sekitar 7 bulan yang lalu, tepatnya bulan April, ada sesuatu hal yang membuat kami menjadi jauh bahkan bagai orang yang tak pernah saling kenal. Saat- saat itu memang saat-saat yang berat bagiku, aku bagai kehilangan sesuatu dari dalam diriku, mungkin sebagian orang menganggapnya berlebihan tetapi itulah yang kurasakan.
Entah mengapa dia jadi sangat membenciku, bila bertemu denganku, ia selalu memasang wajah penuh amarah, dan memalingkan wajahnya dari pandanganku, padahal kami bertetangga dan rumahnya persis di samping rumahku. Sedih dan sakit rasanya diperlakukan seperti itu, aku tak pernah membayangkan hal ini akan terjadi. Tetapi hal ini memang benar terjadi. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan, meminta maaf pun aku tak sanggup karena setiap melihat tatapannya yang tajam ke arahku, hatiku menangis, adikku, sahabatku, saudaraku begitu membenci diriku.
5 bulan pun berlalu, dan tidak ada perubahan, kami tetap seperti orang yang tak saling mengenal. Mungkin aku memang egois karena tidak mau meminta maaf terlebih dahulu, seharusnnya aku bisa bersikap lebih dewasa darinya. Tetapi rasa takut yang amat besar menghantui selalu, aku takut kalau memang dia benar-benar tak ingin lagi mengenalku.
Hari-hariku sangat membosankan bahkan menyedihkan tanpa dirinya. Walaupun banyak temanku yang lain tetapi dia tetaplah sahabatku. Aku berpikir apakah mungkin aku dan dia kembali seperti dulu, tetapi tidak ada yang tidak mungkin.
Aku tak ingin kehilangan sahabatku, aku pun memberanikan diri meminta maaf padanya. Saat itu, saat yang paling mengharukan, tanpa kusadari, aku meneteskan air mata karena bahagia sahabatku telah kembali. Tidak seperti yang ku kira selama ini, dia memaafkanku, dan kini aku dan dia kembali seperti dulu. Aku banyak mendapatkan pelajaran dari peristiwa ini, dan aku belajar dari kesalahan ini karena aku tidak mau kehilangan SAHABATKU lagi. Terima kasih telah menjadi sahabatku selama ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar